Jakarta – Dunia, termasuk Indonesia, saat ini telah memasuki era revolusi industri 4.0, yaitu era yang menekankan pada pola digital economy, artificial intelligence, big data, robotic, dan lain sebagainya. Revolusi industri ini turut mempengaruhi pola distribusi produk secara online, sehingga peredaran produk semakin masif dan luas ke seluruh negeri. Laporan Digital in 2018 in Southeast Asia menunjukkan penetrasi penggunaan internet di Indonesia mencapai 132,7 juta pengguna.
“Sekitar 40% pengguna internet di Indonesia melakukan pembelian jasa maupun produk secara online (praktik e-commerce). Hal ini membuat tantangan pengawasan semakin besar seiring risiko peredaran produk palsu dan ilegal di jalur offline dan online.” Demikian disampaikan Kepala BPOM RI, Penny K. Lukito saat membuka Sosialisasi Penerapan 2D Barcode Kepada Pelaku Usaha, Jumat (21/12).
Berdasarkan evaluasi awal tentang kesiapan negara dalam menghadapi revolusi industri 4.0, Indonesia diperkirakan sebagai negara dengan potensi tinggi. Oleh karena itu, BPOM meningkatkan efektivitas pengawasan melalui intensifikasi penggunaan teknologi informasi dengan melibatkan pelaku usaha dan masyarakat. Salah satunya dengan menginisiasi terobosan 2D barcode dalam dua tahun terakhir untuk meminimalisir peredaran obat dan makanan palsu atau tidak memenuhi syarat.
“Kami melakukan benchmarking penggunaan 2D barcode dalam pengawasan obat dan makanan di Turki dan Iran. Serta mengembangkan dan membahas konsep 2D barcode bersama stakeholder, para pakar, dan pelaku usaha untuk memastikan teknologi ini feasible dan siap diterapkan di Indonesia,” ujar Penny K. Lukito.
Melalui gadget dalam genggaman, konsumen lebih mudah untuk melakukan identifikasi dan otentikasi produk dengan memindai 2D barcode untuk mengidentifikasi legalitas nomor izin edar produk. Pada metode otentikasi, konsumen dapat membedakan antara produk asli dengan produk yang diduga palsu. Kode 2D barcode memuat identitas tertentu, misalnya nomor serial produk sebagai penanda keaslian produk. Identifikasi produk dengan 2D barcode diterapkan untuk obat bebas dan obat bebas terbatas, obat tradisional, suplemen kesehatan, kosmetik, dan pangan olahan. Sedangkan otentikasi produk dengan 2D barcode diaplikasikan untuk obat keras, produk biologi, narkotik dan psikotropika, obat bebas dan obat bebas terbatas tertentu, dan pangan diet khusus.
Masyarakat juga dapat melaporkan hasil pemindaian 2D barcode melalui aplikasi Track and Trace BPOM menggunakan aplikasi BPOM mobile. “Adanya 2D barcode pada produk obat dan makanan diharapkan dapat meningkatkan kepercayaan konsumen, karena membangun sistem di mana masyarakat turut terlibat dalam memutus rantai peredaran obat dan makanan yang tidak memenuhi ketentuan.” tutupnya. (HM-Diyan)
Biro Humas dan Dukungan Strategis Pimpinan