Jakarta – Penyakit kanker masih membayangi masyarakat Indonesia dan menjadi penyakit silent killer ketiga setelah stroke dan penyakit jantung. Kanker menjadi penyakit yang fatal karena seringkali tidak terdeteksi hingga sudah mencapai stadium lanjut, padahal seharusnya kanker dapat dicegah melalui deteksi dini. Hanya saja, dibutuhkan teknologi yang mampu mendukung pendeteksian dini tersebut.
Penyakit kanker merupakan penyakit yang memerlukan biaya tinggi dalam pengobatannya. Dengan adanya deteksi dini, diharapkan kanker dapat terdeteksi sejak awal, sehingga biaya yang dibutuhkan untuk pengobatan lebih rendah dan tingkat kesembuhan juga lebih tinggi.
Kamis (01/02/2024), Pelaksana Tugas (Plt.) Kepala BPOM RI, L Rizka Andalusia, menghadiri Groundbreaking Fasilitas Produksi Radioisotop dan Radiofarmaka di PT Global Onkolab Farma. Dalam kesempatan tersebut, BPOM turut serta dalam prosesi peletakan batu pertama pendirian fasilitas bersama dengan Menteri Kesehatan RI, Budi Gunadi Sadikin dan Direktur Perizinan Fasilitas Radiasi dan Zat Radioaktif Badan Pengawas Tenaga Nuklir (BAPETEN), Ishak.
Radiofarmaka merupakan produk hasil perkembangan teknologi kedokteran nuklir yang saat ini tengah dikembangkan untuk dimanfaatkan dalam tujuan diagnostik, termasuk untuk mendeteksi dini penanda kanker di dalam tubuh. Selain itu, radiofarmaka juga dapat digunakan untuk pemeriksaan fungsi organ tubuh, pemeriksaan untuk tujuan terapetik dan pemeriksaan untuk keperluan penyembuhan/terapi untuk meningkatkan kualitas hidup pasien (paliatif).
Untuk itu, pemerintah berusaha mengadakan radiofarmaka sebagai terapi yang diharapkan lebih efektif dan tepat sasaran untuk kanker, salah satunya melalui linear accelerator (LINAC) yang akan disediakan di 34 provinsi di Indonesia. “Tapi sebelum terapi dengan LINAC, perlu ada teknologi lain untuk mendiagnosis penyebaran kanker yaitu Positron Emission Tomography Scan (PET Scan). Alat ini membutuhkan siklotron yang membutuhkan isotop Galium-68 (68GA) dan Fluorin-18 (18F). Isotop untuk kebutuhan terapetik bagi penderita kanker berbeda yaitu dengan Lutesium-177 (177Lu),” papar Budi Gunadi Sadikin.
Mengingat radiofarmaka sebagai jenis terapi berisiko tinggi karena menggunakan bahan radioaktif dalam pembuatannya, maka adanya regulasi yang jelas sangat dibutuhkan untuk memastikan radiofarmaka aman digunakan. Terkait hal ini, Plt. Kepala BPOM menyebut bahwa BPOM sangat mendukung setiap upaya pengembangan produk radiofarmaka di dalam negeri. Berbagai regulasi juga sedang dipersiapkan BPOM agar industri farmasi dapat memperhatikan aspek keamanan dan mutu produk radiofarmaka.
“Regulasi ini dibutuhkan karena produk radiofarmaka memiliki keunikan tersendiri, yaitu memiliki dosis sangat kecil, waktu paruh yang pendek, dan keterbatasan peredaran. BPOM akan terus mengawal untuk memastikan pemenuhan aspek keamanan, mutu, dan khasiat produk melalui penerapan good laboratory practices, good clinical practices, dan good manufacturing practices,” ujar L. Rizka Andalusia.
“BPOM juga telah menjalin kerja sama dengan BAPETEN supaya deteksi dini dan terapi dengan memanfaatkan radiofarmaka bisa segera berjalan. Kami juga telah melakukan benchmarking ke sejumlah negara, seperti Australia dan Singapura, yang sudah memanfaatkan radiofarmaka,” lanjutnya.
Kehadiran fasilitas produksi radiofarmaka dan radioisotop dari PT Kalventis Sinergi Farma sangat diapresiasi oleh seluruh pihak yang hadir. Setelah prosesi peletakan batu pertama, dilanjutkan dengan penandatanganan komitmen bersama lintas sektor dalam rangka pengembangan radiofarmaka yang dilakukan oleh Menteri Kesehatan, BAPETEN, Plt. Kepala BPOM, Perhimpunan Kedokteran Nuklir Indonesia, PT Kalventis Sinergi Farma, serta perwakilan dari rumah sakit yang akan menyediakan pelayanan dengan memanfaatkan teknologi radiofarmaka. Momen ini diharapkan dapat terus mendorong industri farmasi dapat terus berinovasi dan mengembangkan teknologi di bidang radiofarmaka untuk mewujudkan penyediaan radiofarmaka di Indonesia dan ketahanan kesehatan nasional. (HM-Khairul)
Biro Kerja Sama dan Hubungan Masyarakat