Menko PMK: "Badan POM Harus Lakukan Terobosan"

29-11-2019 Kerjasama dan Humas Dilihat 2442 kali Pusat Data dan Informasi Obat dan Makanan

Jakarta - Kepala Badan POM RI, Penny K. Lukito menerima kunjungan Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Menko PMK), Muhadjir Effendy, Jumat (29/11). Ini merupakan kunjungan pertama Menko PMK ke kantor Badan BOM sejak dilantik oleh Presiden RI Joko Widodo pada 23 November lalu.

 

Pada pertemuan tersebut Kepala Badan POM menjelaskan tentang berbagai upaya yang telah, sedang, dan akan dilakukan badan POM untuk percepatan pencapaian visi-misi Presiden 2019-2024 serta sasaran dan target pengawasan Obat dan Makanan dalam RPJMN 2020-2024. Dukungan Badan POM meliputi enam proyek prioritas dalam mendukung agenda pembangunan ke-3 ‘Meningkatkan Sumber daya Manusia yang berkualitas dan berdaya saing’, khususnya di bawah fokus pembangunan/program prioritas ‘Peningkatan akses dan mutu pelayanan kesehatan’.

 

Proyek prioritas tersebut adalah (1) Penurunan stunting. Badan POM tergabung dalam Gerakan Masyarakat Sadar Pangan Aman (Germas SAPA) dengan program antara lain Pangan Jajanan Anak Sekolah (PJAS), Gerakan Keamanan Pangan Desa (GKPD), Pasar aman (Paman), Pembinaan Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM). (2) Pengendalian penyakit tidak menular. (3) Pengembangan lingkungan sehat melalui 3 ouput PN yaitu penerapan sekolah dengan Pangan Jajanan Anak Sekolah (PJAS) aman, penerapan Desa Pangan Aman, dan intervensi Pasar Aman dari Bahan Berbahaya. (4) Penguatan promosi Germas. (5) Pemenuhan dan peningkatan daya saing sediaan farmasi dan alat kesehatan melalui 3 output PN, yaitu Pembentukan Satgas Percepatan Pengembangan dan Pemanfaatan Produk Biologi dan Satgas Percepatan Pengembangan dan Pemanfaatan Fitofarmaka. (6) Peningkatan efektifitas pengawasan Obat dan Makanan melalui 16 output PN.

 

Berbagai upaya peningkatan pelayanan publik dilakukan Badan POM antara lain dengan (1) Simplifikasi Bisnis Proses Registrasi, yaitu dengan penghapusan proses approvable letter, yang diberikan sebelum Nomor Izin Edar diterbitkan. Dengan penghapusan proses ini, maka mempersingkat bisnis proses dan juga time line. (2) Persetujuan obat baru dengan mekanisme reliance untuk mempercepat akses obat baru yang dibutuhkan oleh masyarakat, yang sebelumnya dipersyaratkan data rujukan dari 3 negara menjadi cukup 1 negara dengan sistem evaluasi pre-market yang baik. Dan untuk mendukung kemudahan berusaha, Badan POM telah memangkas timelime registrasi dari beberapa kategori, yaitu: sari 100 hari kerja (HK) menjadi 50 HK untuk registrasi obat pengembangan baru; dari 300 HK menjadi 100 HK untuk registrasi pertama obat baru yang melakukan investasi di Indonesia; dari 150 HK menjadi 75 HK untuk registrasi obat generik yang melakukan investasi di Indonesia; dan dari 10 HK menjadi 8 Jam Kerja untuk registrasi ulang tanpa perubahan.

 

Berdasarkan data obat beredar yang diterbitkan izin edarnya oleh badan POM, sebagian besar masih berupa obat non generik yang terdiri dari obat bermerek dagang (72,7%) dan obat Inovator (7,3%). Kedua golongan obat tersebut masih mempunyai harga yang tinggi, terutama obat inovator. Berbagai upaya telah dilakukan Badan POM untuk menurunkan harga obat antara lain dengan mendorong penggunaan obat generik berlogo (OGB) lebih banyak dibanding obat inovator dan obat bermerek dagang, serta mempercepat ketersediaan obat generik ketika obat inovator sudah habis masa patennya. Untuk kedua upaya tersebut, Badan POM memberikan fasilitasi untuk perizinannya dengan percepatan dan asistensi regulasi kepada industri farmasi agar dapat memproduksi obat generik lebih banyak.

 

Kemandirian dan daya saing industri farmasi nasional perlu didukung ketersediaan hasil riset obat dan produk biologi yang dapat dihilirisasi serta memenuhi persyaratan. Untuk itu Badan POM menginisiasi pembentukan Satuan Tugas (Satgas) Percepatan Pengembangan dan Pemanfaatan Produk Biologi yang telah diformalkan dengan Keputusan Menko PMK Nomor 23 Tahun 2019.

 

Badan POM juga sedang mempersiapkan pengembangan industri fraksionasi plasma yang diawali dengan asistensi regulatori dan pembinaan Unit Transfusi Darah-Palang Merah Indonesia (UTD-PMI) sebagai pemasok bahan baku plasma. Karena plasma merupakan bahan baku obat, maka diperlukan pemastian kualitas plasma darah, antara lain dengan sertifikasi Cara Pembuatan Obat yang Baik (CPOB) untuk UTD.

 

Untuk mendukung kemudahan berusaha di bidang obat tradisional, suplemen kesehatan dan kosmetik, telah dilakukan upaya terobosan penyederhanaan regulasi dan birokrasi dalam rangka peningkatan pelayanan publik, antara lain melalui percepatan timeline beberapa produk.

 

Dalam rangka Implementasi Inpres nomor 6 Tahun 2016, Badan POM menginisiasi pembentukan Satgas Percepatan, Pengembangan dan Pemanfaatan Fitofarmaka yang melibatkan 14 K/L, asosiasi pelaku usaha, organisasi profesi, dan Perguruan Tinggi. Satgas ini ditetapkan melalui Keputusan Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan RI No. 22 tahun 2019 tentang Satuan Tugas Percepatan Pengembangan dan Pemanfaatan Fitofarmaka. Ke depan fitofarmaka diharapkan dapat dimasukkan dalam sistem Jaminan Kesehatan Nasional (JKN). Diusulkan segera disusun Formularium Nasional khusus untuk obat herbal.

 

Program Terpadu Lintas K/L Pengembangan UMKM Berdaya Saing menjadi sarana pengembangan, pembinaan, pendampingan, dan fasilitasi bagi UMKM obat tradisional, kosmetik, dan pangan agar mampu bersaing di pasar domestik dan global. Khusus untuk UMKM jamu, Program Bapak Angkat Jamu memberikan peran kepada Industri Obat Tradisional menjadi “Bapak Angkat” bagi UMKM dengan menyediakan dukungan fasilitas, peningkatan kapasitas UMKM, dan pendampingan untuk pengembangan UMKM.

 

Badan POM juga mengembangkan platform online Aplikasi Istana UMKM yang menjadi sarana edukasi bagi UMKM pangan, kosmetik, dan obat tradisional untuk mendapatkan informasi secara mandiri tentang regulasi, teknologi proses, permodalan, pemasaran, dan manajemen usaha.

 

“Badan POM harus terus melakukan terobosan-terobosan agar pengawasan Obat dan Makanan berjalan efektif. Keberadaan 40 kantor perwakilan di kabupaten/kota saya rasa masih kurang,” tegas Menko PMK. “Terlebih lagi, dari total 1.243.185 UMKM Pangan, baru sekitar 54 ribu yang telah diintervensi Badan POM dengan diberi penyuluhan dan pendampingan tentang Cara Pembuatan Pangan Olahan yang Baik (CPPOB),” lanjutnya.

 

Pada kesempatan tersebut Menko PMK beserta rombongan diajak berkeliling kantor Badan POM, salah satunya mengunjungi Gedung Pelayanan Publik Terpadu. Percepatan dan transparansi pelayanan publik menjadi perhatian penting Menko saat mengunjungi gedung pelayanan tersebut.

 

Terima kasih atas kunjungan Bapak Menteri Koordinator Bidang PMK dan jajaran di Badan POM pada hari ini. Semoga pertemuan kita pada hari ini menjadi momentum peningkatan koordinasi, kemitraan, dan kerja sama yang lebih efektif antara Badan POM dan Kementerian Koordinator Bidang PMK. (HM-Rahardi)

 

Biro Hubungan Masyarakat dan Dukungan Strategis Pimpinan

Bagikan:

Klik disini untuk chat via WhatsApp!+
Sarana