Jakarta - Pemerintah telah menyiapkan regulasi untuk mengawal Indonesia mencapai kemandirian obat. Badan POM memiliki tugas khusus dalam mengawal kemandirian tersebut. Berdasarkan Instruksi Presiden Nomor 6 tahun 2016 tentang Percepatan Pengembangan Industri Farmasi dan Alat Kesehatan, Badan POM melakukan upaya konkret dan strategis dalam hal memfasilitasi pengembangan obat, meningkatkan kualitas pelayanan publik seperti sertifikasi sarana dan registrasi obat, serta meningkatkan kapasitas kepatuhan pelaku usaha terhadap regulasi keamanan, mutu, dan khasiat produk.
Dalam Focus Group Discussion (FGD) Kemandirian Bahan Baku Obat, Obat, dan Produk Biologi, Selasa (30/11/2021), yang dihadiri secara daring dan luring oleh para narasumber dan penanggap dari Kementerian Kesehatan, Kementerian Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan, Kementerian Koordinator Kemaritiman dan Investasi, Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, Badan Riset dan Inovasi Nasional, Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM), Gabungan Perusahaan Farmasi Indonesia (GPFI), International Pharmaceutical Manufacturer Group (IPMG), Kementerian Keuangan, dan perwakilan industri farmasi.
Kepala Badan POM, Penny K. Lukito, dalam sambutannya menyampaikan “Pemerintah telah membuat Peraturan Pemerintah Nomor 14 Tahun 2015 tentang Rencana Induk Pembangunan Industri Nasional (RIPIN) tahun 2015 – 2035 yang telah memasukkan industri farmasi sebagai salah satu sektor andalan yang mendapat prioritas pengembangan untuk menjadi penggerak utama perekonomian Indonesia di masa akan datang”.
“Pandemi COVID-19 membuat kemandirian obat mendesak. Dalam pidato Presiden pada Sidang Tahunan Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) tanggal 16 Agustus, presiden telah menegaskan ketersediaan dan keterjangkauan harga obat perlu terus dijamin”, tegas Kepala Badan POM. “Ini artinya tidak boleh ada pihak yang mengambil keuntungan dalam isu ketersediaan dan keterjangkauan harga obat”, lanjutnya.
Dalam prakteknya, industri farmasi masih menghadapi tantangan dalam mencapai kemandirian ketersediaan obat. Pengalaman industri farmasi masih terbatas dalam pengembangan obat inovasi sehingga memerlukan transfer teknologi melalui kerja sama dengan industri farmasi negara lain. Di sisi lain, pasar bahan baku obat kimia masih didominasi oleh Tiongkok dan India yang mampu menyediakan bahan baku dengan kapasitas besar dan harga sangat kompetitif.
Badan POM telah menunjukkan keteladanan dalam memastikan kemandirian vaksin. Pada 26 November 2021, Kepala Badan POM meninjau langsung fasilitas produksi Vaksin Merah Putih dalam rangka pengawalan proses pengembangannya. Vaksin yang dikembangkan oleh peneliti Universitas Airlangga ini akan dihilirisasi oleh PT Biotis Pharmaceuticals Indonesia. Proses pengembangan vaksin berjalan baik sesuai dengan timeline yang disepakati dan diharapkan dalam waktu dekat dapat berlanjut ke tahap uji klinik.
Badan POM juga berinovasi untuk mewujudkan kemandirian tersebut. Pada kesempatan kegiatan tersebut, Kepala Badan POM juga luncurkan aplikasi Sistem Aplikasi Uji Klinik dan Pra-Klinik (SIAP-UK); yaitu aplikasi terintegrasi uji non klinik obat tradisional, obat kuasi, dan suplemen kesehatan serta uji klinik obat, obat tradisional, obat kuasi, suplemen kesehatan, kosmetika, dan pangan olahan. Aplikasi ini diharapkan memberikan kemudahan, mempercepat akses, dan transparansi dalam pengajuan uji praklinik dan uji klinik. Badan POM juga akan menyerahkan Sertifikat Cara Produksi Obat yang Baik (CPOB) kepada pelaku usaha di bidang pembuatan obat. (HM-Khairul)