PENJELASAN BPOM RI NOMOR HM.01.1.2.11.22.179 TANGGAL 17 NOVEMBER 2022 TENTANG INFORMASI KESEMBILAN PERKEMBANGAN HASIL PENGAWASAN DAN PENINDAKAN TERKAIT SIRUP OBAT YANG MENGANDUNG CEMARAN ETILEN GLIKOL/DIETILEN GLIKOL

17-11-2022 Dilihat 10371 kali Pusat Data dan Informasi Obat dan Makanan

PENJELASAN BPOM RI

NOMOR HM.01.1.2.11.22.179 TANGGAL 17 NOVEMBER 2022

TENTANG

INFORMASI KESEMBILAN PERKEMBANGAN HASIL PENGAWASAN DAN PENINDAKAN TERKAIT SIRUP OBAT YANG MENGANDUNG CEMARAN ETILEN GLIKOL/DIETILEN GLIKOL

 

Sehubungan dengan hasil investigasi lebih lanjut terkait temuan sirup obat yang mengandung cemaran Etilen Glikol (EG)/Dietilen Glikol (DEG) yang melebihi ambang batas, BPOM menyampaikan informasi sebagai berikut:

  1. BPOM terus berproses menelusuri dan menindaklanjuti kejadian cemaran EG/DEG pada sirup obat hingga ke akar permasalahannya. Tidak hanya sebagai upaya perlindungan kesehatan masyarakat, tetapi hal ini juga menjadi upaya dalam perbaikan sistem jaminan keamanan dan mutu obat di Indonesia.
  2. Berdasarkan hasil pengawasan BPOM melalui penelusuran data registrasi dan sampling post market, sebanyak 168 (seratus enam puluh delapan) produk sirup obat tidak mengandung 4 (empat) pelarut (Propilen Glikol, Polietilen Glikol, Sorbitol, dan/atau Gliserin/Gliserol), sehingga tidak mengandung cemaran EG/DEG dan aman untuk diedarkan. Daftar produk sirup obat yang aman digunakan sepanjang sesuai aturan pakai dapat dilihat pada Lampiran 1.
  3. BPOM melakukan Intensifikasi surveilans mutu produk sirup obat beredar dan bahan baku tambahan dengan metode penelusuran balik sebagai pengembangan pengawasan di jalur distribusi. Verifikasi hasil pengujian bahan baku obat dilakukan secara mandiri oleh Industri Farmasi (IF), termasuk untuk cemaran EG/DEG, dalam rangka memastikan terjaminnya keamanan dan mutu sirup obat. Verifikasi ini dilakukan berdasarkan pemenuhan kriteria, antara lain kualifikasi pemasok, pengujian bahan baku pada setiap kedatangan dan setiap wadah, serta memastikan metode pengujian mengikuti standar/ farmakope terkini.
  4. Berdasarkan verifikasi hasil pengujian bahan baku obat tersebut, terdapat 126 (seratus dua puluh enam) produk dari 15 (lima belas) IF yang dinyatakan telah memenuhi ketentuan sesuai kriteria, sehingga direkomendasikan untuk dapat diedarkan. Daftar produk yang memenuhi ketentuan dan aman digunakan sepanjang sesuai aturan pakai dapat dilihat pada Lampiran 2.
  5. Dengan penjelasan ini, maka informasi produk sirup obat pada Penjelasan BPOM Tentang Informasi Kelima (23 Oktober 2022) dan Keenam (27 Oktober 2022) Hasil Pengawasan BPOM Terkait Sirup Obat yang Tidak Menggunakan Propilen Glikol, Polietilen Glikol, Sorbitol, dan/atau Gliserin/Gliserol, yang sebelumnya dinyatakan aman termasuk dari kelima industri farmasi yang mengandung cemaran EG/DEG, dinyatakan tidak berlaku.
  6. Saat ini, tingkat maturitas IF masih perlu ditingkatkan, utamanya pada 24% IF yang tingkat maturitasnya minimal. Untuk itu, BPOM akan melakukan prioritas pembinaan pada IF tersebut. Selanjutnya, untuk dapat menggambarkan maturitas IF yang lebih komprehensif, maka penilaian maturitas IF, selain penerapan CPOB juga akan mencakup kriteria rekam jejak industri, penerapan farmakovigilans, Good Registration Management (Manajemen Registrasi yang Baik), dan Good Clinical Practice (Cara Uji Klinik yang Baik).
  7. Dalam rangka penanganan kasus Kejadian Tidak Diinginkan (KTD) Gagal Ginjal Akut Progresif Atipikal (GGAPA) dan pencegahan agar kasus ini tidak terjadi lagi, BPOM telah melakukan komunikasi dengan World Health Organization (WHO) melalui WHO Global Surveillance and Monitoring System (GSMS) dalam bentuk Medical Product Alert terkait penanganan kasus KTD GGAPA. Selain itu, BPOM juga menjalin komunikasi terkait standar uji cemaran EG/DEG pada produk jadi dan metode pengujian dengan United States FDA, Thailand FDA, Saudi Arabia FDA, dan National Medical Products Administration (NMPA) Malaysia.
  8. Dari hasil pengawasan dan pengujian terhadap produk jadi dan bahan baku sebelumnya pada 5 (lima) IF diketahui mengandung cemaran EG/DEG hingga mencapai 433-702 kali melebihi ambang batas. Kelima IF tersebut telah diberikan sanksi administratif berupa pencabutan sertifikat Cara Pembuatan Obat yang Baik (CPOB), pencabutan izin edar produk sirup obat, penghentian kegiatan produksi, penarikan semua sirup obat dari peredaran, dan pemusnahan semua persediaan (stock) sirup obat. Selain itu, BPOM juga telah memberikan sanksi administratif berupa pencabutan Sertifikat Cara Distribusi Obat yang Baik (CDOB)  terhadap 2 (dua) Pedagang Besar Farmasi (PBF) yang terlibat dalam peredaran bahan baku Propilen Glikol yang Tidak Memenuhi Syarat (TMS).
  9. Industri Farmasi sebagai pemegang izin edar obat bertanggung jawab terhadap mutu, keamanan, dan khasiat produk, termasuk mutu bahan baku yang digunakan, serta wajib melakukan pemantauan khasiat, keamanan, dan mutu obat selama obat diedarkan dan wajib melaporkan hasilnya kepada BPOM. IF harus mematuhi ketentuan, standar, dan regulasi yang berlaku antara lain Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan, Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, Peraturan Pemerintah Nomor 5 tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Perizinan Berusaha Berbasis Risiko, dan Peraturan BPOM  Nomor 24 Tahun 2017 tentang Kriteria dan Tata Laksana Registrasi Obat.
  10. Dalam pengawasan obat di peredaran, BPOM telah mengidentifikasi adanya gapdalam sistem jaminan keamanan dan mutu obat dari hulu ke hilir, antara lain:
    1. pemasukan Bahan Pelarut yang merupakan komoditi non-lartas yang tidak melalui pengawasan dan tidak memiliki Surat Keterangan Impor (SKI) BPOM;
    2. tidak adanya ketentuan batas cemaran EG/DEG dalam produk obat jadi pada Farmakope Indonesia maupun internasional;
    3. kondisi maturitas IF yang beragam, yang harus dijadikan dasar untuk penetapan kebijakan yang berdampak pada masyarakat luas dan ekonomi);
    4. shortage (kelangkaan) bahan baku obat dan perbedaan harga antara pelarut pharmaceutical grade dengan chemical grade dalam periode tertentu yang dimanfaatkan oleh pelaku kejahatan, sehingga perlu membangun kemandirian bahan baku pelarut;
    5. sistem pelaporan Monitoring Efek Samping Obat (MESO) tidak digunakan oleh tenaga Kesehatan;
    6. tidak adanya efek jera dari perkara hukum selama ini pada kasus kejahatan obat dan makanan (karena belum pernah ada bukti yang menyebabkan kematian).
  11. Terkait perkembangan penindakan yang dilakukan BPOM, telah teridentifikasi beberapa pihak yang memanfaatkan gap (celah) dalam sistem jaminan keamanan dan mutu dari hulu ke hilir, serta kelalaian pihak industri dalam menjalankan tanggung jawab pengawasan dan penjaminan mutu produk, sehingga kejahatan tidak tercegah pada saat masuknya pasokan bahan baku atau eksipien pada rantai produksi.
  12. Untuk memberikan kepastian hukum, keadilan, dan kemanfaatan bagi masyarakat, BPOM telah menindak 5 (lima) IF yang melakukan tindak pidana memproduksi sirup obat mengandung cemaran EG/DEG di atas ambang batas dan 1 (satu) distributor bahan kimia yang melakukan pemalsuan/pengoplosan propilen glikol (PG). Kelima IF dan distributor tersebut adalah PT Yarindo Farmatama, PT Universal Pharmaceutical Industries, PT Afi Farma, PT Samco Farma, PT Ciubros Farma, dan CV Samudra Chemical.
  13. Dari keenam sarana tersebut, BPOM menangani investigasi dan penyidikan terhadap 4 sarana IF. PT Yarindo Farmatama dan PT Universal Pharmaceutical Industries saat ini dalam status penyidikan dan telah dilakukan penetapan tersangka. Terhadap PT Ciubros Farma tengah dilakukan proses penyidikan dan masih dilakukan pemeriksaan saksi dan ahli, untuk selanjutnya dilakukan penetapan tersangka. Sementara terhadap PT Samco Farma, masih dilakukan investigasi dan pendalaman informasi, serta pemeriksaan saksi-saksi untuk segera dapat menetapkan tersangka. Penyidikan terhadap 2 sarana lain, yaitu PT Afi Farma dan CV Samudra Chemical, telah berproses bersama antara BPOM dan Bareskrim Polri.
  14. BPOM telah berkoordinasi dengan pihak terkait seperti Kepolisian dan Kejaksaan Agung untuk dukungan kelancaran proses penindakan dan penegakan hukum sehingga dapat memberikan efek jera bagi pelaku kejahatan.
  15. Penindakan terhadap kejahatan kemanusiaan ini telah dan akan dilakukan secara tegas. BPOM dengan segera berkomitmen melakukan upaya perbaikan dan pencegahan agar tragedi ini tidak terulang. Belajar dari kasus GGAPA dan adanya bukti tindak kejahatan pemalsuan bahan baku obat, IF harus selalu menegakkan sistem jaminan keamanan-mutu obat secara konsisten. BPOM meminta komitmen IF, Gabungan Pengusaha Farmasi Indonesia, dan International Pharmaceutical Manufacturers Group (IPMG) untuk:
    1. memenuhi persyaratan mutu produk sesuai dengan peraturan perundang-undangan, termasuk melakukan kualifikasi pemasok bahan baku;
    2. melakukan penjaminan mutu produk selama beredar di jalur distribusi sampai ke konsumen;
    3. melaporkan kepada BPOM apabila terjadi KTD yang diduga disebabkan produk obat, sebagai early warning pencegahan dan penanggulangan KTD;
    4. melakukan penarikan produk secara sukarela jika terdapat produk yang tidak memenuhi ketentuan, terutama jika terbukti terkait dengan KTD; dan
    5. meningkatkan pembinaan anggota asosiasi dalam menjaga mutu obat guna perlindungan kesehatan masyarakat dan keberlangsungan usaha IF.
  16. Upaya transformasi sistem untuk memperkuat sistem jaminan keamanan dan mutu obat di Indonesia perlu dilakukan, antara lain melalui penguatan BPOM agar lebih independen dalam melaksanakan tugas dan fungsi sebagai regulator dan pengawas obat dan makanan. Peningkatan peran, tugas, dan fungsi BPOM, selain terkait aspek kesehatan, juga pada aspek ekonomi-industri-perdagangan dan penegakan hukum untuk melindungi masyarakat dari kejahatan terkait obat dan makanan, perlu perkuatan legal payung hukum berupa Undang-Undang dan perkuatan kelembagaan.
  17. Kemandirian bahan baku obat produksi dalam negeri perlu terus dibangun untuk meningkatkan ketahanan sistem kesehatan nasional (resiliensi industri farmasi), serta lebih menjamin mutu dan keamanan obat melalui sinergi dan kolaborasi dengan berbagai pihak.
  18. BPOM akan terus memperbaharui informasi terkait hasil pengawasan sirup obat dalam KTD GGAPA. Komunikasi publik akan efektif jika informasi yang akurat, benar, dan valid dilakukan berkolaborasi dalam kerangka pentahelix (pemerintah, pelaku usaha, akademisi, komunitas masyarakat, dan media) sebagai sinergi kita membangun konsumen cerdas dan berdaya melindungi diri dari obat dan makanan yang berisiko terhadap keseahatan.

________________________________________________________________________________________

Apabila masyarakat memerlukan informasi lebih lanjut atau menyampaikan pengaduan, dapat menghubungi lapor.go.id, Contact Center HALOBPOM 1-500-533 (pulsa lokal), SMS 0812-1-9999-533, WhatsApp 0811-9181-533, e-mail halobpom@pom.go.id, Instagram @bpom_ri, Facebook Page @bpom.official, Twitter @bpom_ri, atau Unit Layanan Pengaduan Konsumen (ULPK) Balai Besar/Balai/Loka POM di seluruh Indonesia.

Apabila masyarakat memerlukan informasi lebih lanjut atau menyampaikan pengaduan obat dan makanan, dapat menghubungi lapor.go.id, Contact Center HALOBPOM 1-500-533 (pulsa lokal), SMS 0812-1-9999-533, WhatsApp 0811-9181-533, e-mail halobpom@pom.go.id, Instagram @BPOM_RI, Facebook Page @bpom.official, Twitter @BPOM_RI, atau Unit Layanan Pengaduan Konsumen (ULPK) Balai Besar/Balai/Loka POM di seluruh Indonesia.

Bagikan:

Klik disini untuk chat via WhatsApp!+
Sarana