Jakarta - BPOM turut hadir pada kegiatan The 2024 Indonesia - Korea Joint Symposium, Rabu (11/9/2024). Pertemuan ini membahas berbagai kerja sama strategis antara BPOM dengan Ministry of Food and Drug Safety of the Republic of Korea (MFDS). Kerja sama ini diharapkan dapat mendorong kolaborasi dalam mengembangkan industri farmasi di kedua negara dan meningkatkan kapasitas sumber daya manusia (SDM) yang terlibat.
“Saya yakin bahwa sekarang adalah saatnya, Pemerintah Indonesia yang sedang meningkatkan sistem layanan kesehatan dan teknologi medis Korea yang unggul bertemu dan menciptakan sinergi yang nyata”, ujar Soo-deok Park mewakili Kedutaan Besar Korea Selatan untuk Indonesia, dalam sambutan virtualnya. Ia menjelaskan bahwa kerja sama kefarmasian Indonesia-Korea dapat berkontribusi dalam meningkatkan kehidupan masyarakat di kedua negara dan mencapai pertumbuhan bersama.
Indonesia dan Korea memiliki berbagai potensi yang unggul dan bisa bermanfaat bagi kedua negara. Indonesia sebagai negara dengan populasi ke-4 terbesar di dunia dan Korea Selatan dengan kekuatannya di bidang teknologi dan memiliki pengaruh kuat dalam ekonomi global, membuat keduanya saling membutuhkan. Sebagai contoh dapat dilihat dari berbagai produk pangan yang diimpor dari Korea Selatan dan sebaliknya. Perdagangan tersebut bisa diperkuat jika kedua negara saling bekerja sama.
Kepala BPOM RI Taruna Ikrar dalam sambutannya menyebut bahwa BPOM memiliki 4 fokus utama untuk diimplementasikan sebagai bentuk kerja sama Indonesia-Korea. “Pertama, kita bisa belajar dari Korea mengenai standardisasi kefarmasian. Hal ini terlihat bahwa Korea Selatan telah mencapai level 4 untuk maturity lembaganya. Indonesia saat ini masih berada di level 3 dan ini membuat Indonesia bisa belajar banyak dari Korea. Penguatan kelembagaan juga dibutuhkan agar BPOM bisa mencapai global reputation institution,” papar Taruna Ikrar.
Kedua, BPOM juga mendorong research and development (RnD) dalam industri farmasi. Korea Selatan bisa menjadi contoh bagaimana industri farmasi memiliki komitmen yang tinggi untuk penelitian untuk mengembangkan produknya.
Ketiga, Indonesia memiliki populasi penduduk yang sangat besar dan ini berpotensi menjadi sumber daya manusia yang unggul untuk pengembangan dunia farmasi. Pengembangan industri farmasi dalam negeri tentunya membutuhkan SDM yang berkualitas. Indonesia dapat berkolaborasi dengan Korea Selatan dalam program pengembangan kompetensi SDM di bidang industri kefarmasian.
Lebih lanjut, pemerintah Indonesia memiliki komitmen untuk meningkatkan gross domestic product (GDP) hingga mencapai 8%. Krisis global seperti pandemi COVID-19 telah mendorong industri farmasi di Indonesia berinovasi dalam pengembangan vaksin. Harapannya, kerja sama Korea-Indonesia dapat memperkuat kedua negara untuk siap menghadapi krisis kesehatan di masa mendatang.
Indra Lampora dari Gabungan Perusahaan Farmasi Indonesia (GP Farmasi) yang turut hadir pada kegiatan tersebut menyatakan bahwa hadirnya industri Korea Selatan di Indonesia berkontribusi meningkatkan perekonomian Indonesia. Ia berharap Indonesia menjadi salah satu center bagi industri farmasi Korea Selatan untuk berinvestasi dan nantinya produk farmasi Indonesia dapat diekspor ke Korea Selatan dan ke negara lainnya.
Kepala Korea Trade-Invention Promotion Agency (KOTRA) Jakarta Lee Jang Hee ikut menyuarakan harapan agar kerja sama Indonesia-Korea dapat berkelanjutan dan semakin kuat. “Acara hari ini bukan hanya acara rutin yang diselenggarakan untuk keenam kalinya demi perkembangan sektor kesehatan kedua negara, tetapi juga merupakan momen yang menunjukkan kerja sama berkelanjutan antara kedua negara”, ujarnya.
Lee Jang Hee menjelaskan bahwa pemerintah Korea Selatan berkomitmen untuk kolaborasi dalam peningkatan kompetensi SDM. Dalam hal ini, Kedutaan Besar Republik Korea di Indonesia, MFDS, KOTRA, Asosiasi Farmasi & Bio Korea, dan Badan Pengembangan Industri Kesehatan Korea dengan dukungan penuh dari Kementerian Kesehatan dan BPOM Indonesia telah mempersiapkan seminar untuk pertukaran informasi berkualitas dan networking. Selain itu, telah dipersiapkan sekitar 200 pertemuan B2B antara 33 perusahaan Korea dan 70 perusahaan Indonesia di bidang farmasi dan peralatan medis.
Pemerintah Korea Selatan juga berkomitmen tinggi dalam pengembangan industri farmasi. Wakil Ketua Asosiasi Farmasi & Bio Korea Lee Jae Guk menjelaskan pengembangan obat baru Korea telah meningkat sekitar 4 kali lipat dalam 5 tahun terakhir, melampaui 2.000 jenis obat. Ekspor teknologi farmasi mencatat sekitar 5,95 miliar dolar AS pada tahun 2023 dan terus menunjukkan tren peningkatan. Ia berharap melalui pertemuan ini dapat menjadi kesempatan untuk mencari peluang bisnis baru antara perusahaan sektor kesehatan di kedua negara.
Simposium hari ini dilanjutkan dengan sesi presentasi yang terbagi ke dalam 3 sesi, yaitu sesi yang membahas tren terkini dalam lanskap industri farmasi, sesi sistem regulasi farmasi, dan sesi industri alat kesehatan. Selain itu, Kepala BPOM juga melakukan pertemuan bilateral dengan pihak MFDS. Dalam pertemuan tersebut, dibahas potensi kolaborasi, seperti workshop untuk meningkatkan kapasitas pengawas obat dan makanan dari kedua negara, peninjauan langsung ke laboratorium obat dan vaksin, dan kerja sama di bidang intelijen dan penindakan obat dan makanan. (HM-Khairul)
Biro Kerja Sama dan Hubungan Masyarakat