Jakarta - Pandemi COVID-19 menuntut setiap orang beradaptasi dengan kebiasaan baru. Salah satunya berbelanja secara online karena lebih banyak di rumah untuk mencegah penularan COVID-19, tak terkecuali belanja online komoditi obat dan makanan sebagai kebutuhan esensial untuk menjaga kesehatan. Merespon hal ini, Badan POM menerbitkan Peraturan Badan POM Nomor 8 Tahun 2020 Tentang Pengawasan Obat dan Makanan yang Diedarkan Secara Daring sebagai upaya penuh perlindungan masyarakat akan akses obat dan makanan yang aman.
Kepala Badan POM RI, Penny K. Lukito meneguhkan komitmennya untuk melindungi masyarakat dari obat dan makanan yang berisiko terhadap kesehatan dengan menerbitkan peraturan tersebut. "Badan POM terus melakukan terobosan dalam mekanisme pengawasan dan pencegahan agar produk obat dan makanan beredar secara daring memenuhi kriteria keamanan, khasiat/manfaat, dan mutunya," jelas Kepala Badan POM dalam Sosialisasi Peraturan Badan POM Nomor 8 Tahun 2020 Tentang Pengawasan Obat dan Makanan yang Diedarkan Secara Daring di Kantor Badan POM Jakarta, Kamis (18/06).
Lebih lanjut Kepala Badan POM mengatakan bahwa peraturan ini juga dimaksudkan untuk menciptakan iklim usaha yang sehat guna mendorong pertumbuhan ekonomi, melalui peningkatan perdagangan secara daring. Nilai penjualan produk secara daring di Indonesia pada tahun 2019 mencapai US$ 18,76 Miliar. Untuk komoditas makanan dan personal care menyentuh US$ 3,17 Miliar atau meningkat 60% dibandingkan tahun sebelumnya. Ini menandakan potensi penjualan produk secara daring terus berkembang.
Di sisi lain terjadi peningkatan promosi obat dan makanan yang tidak memenuhi ketentuan, serta peredaran obat dan makanan ilegal. Berdasarkan Patroli Siber 2019, Badan POM telah mengajukan 24.610 rekomendasi takedown baik platform situs, media sosial, maupun e-commerce kepada Kementerian Komunikasi dan Informatika, serta Asosiasi E-commerce Indonesia (IdEA). Pengajuan takedown didominasi komoditas obat sebesar 76,4%. Jumlah pengajuan takedown mengalami kenaikan sangat signifikan periode Januari-April 2020 mencapai 27.671 data, dimana komoditas obat masih mendominasi 79,2%.
Secara garis besar, beberapa hal penting yang diatur dalam Peraturan Badan POM tersebut yakni obat dan makanan yang diedarkan secara daring wajib memiliki izin edar. Peraturan tersebut juga menyatakan pelarangan peredaran secara daring yaitu obat keras yang termasuk dalam obat-obat tertentu, obat yang mengandung prekursor farmasi, obat untuk disfungsi ereksi, sediaan injeksi selain insulin untuk penggunaan sendiri, sediaan implan yang penggunaannya memerlukan bantuan tenaga kesehatan, obat yang termasuk dalam golongan narkotika dan psikotropika, kosmetika sediaan kulit mengandung alpha hidroxy acid (AHA) lebih dari 10%, kosmetik sediaan pemutih gigi mengandung dan/atau melepaskan hydrogen peroxide lebih dari 6%, serta minuman beralkohol.
Untuk mengawal implementasi di lapangan, Kepala Badan POM menginstruksikan jajarannya di pusat dan daerah untuk melakukan pengawasan mengimplementasikan sesuai tugas, fungsi, dan peran masing-masing. Badan POM bersinergi dengan lintas sektor, pelaku usaha, dan stakeholder terkait baik dalam pencegahan maupun penindakan. "Kita perlu manfaatkan kerja sama yang telah terjalin dengan Asosiasi Perusahaan Jasa Pengiriman Ekspres, Pos, dan Logistik Indonesia (Asperindo), idEA, serta marketplace seperti Tokopedia, Bukalapak, Gojek, Grab, halodoc dan klikDokter," ujarnya.
Badan POM juga terus mengajak pelaku e-commerce turut ambil bagian pada pengawasan daring dengan melakukan pengawasan mandiri terhadap produk yang dipromosikan dan diedarkan di platformnya. Selain memperkuat pengawasan, Badan POM juga melakukan edukasi kepada masyarakat agar menjadi konsumen cerdas. "Kami juga lakukan pembinaan kepada pelaku usaha yang mengedarkan Obat dan Makanan secara daring serta masyarakat, melalui kegiatan bimbingan teknis, KIE atau pendampingan pemenuhan standar dan/atau persyaratan di bidang Obat dan Makanan." tutupnya. HM-Fathan
Biro Hubungan Masyarakat dan Dukungan Strategis Pimpinan