Jakarta – Bertujuan meningkatkan kapasitas pengawasan Obat dan Makanan, BPOM mengadakan pelatihan penguatan kapasitas pengawasan obat bagi Otoritas Pengawas Obat/The National Medicines Regulatory Authority (NMRA) Palestina. Pada hari kedua pelatihan, Selasa (16/10), peserta dari Palestina belajar mengenai sistem farmakovigilan di Indonesia dan kontrol kualitas laboratorium Obat dan Makanan.
Dalam paparan materinya, Rita Endang Direktur Pengawasan Produksi Obat, Narkotika, Psikotropika dan Prekursor, menyampaikan bahwa BPOM membangun prinsip dasar pengawasan produksi melalui kerja sama lintas pemangku kepentingan. “BPOM bekerja sama dengan pelaku usaha dan masyarakat untuk mengawasi obat dan makanan yang berprinsip keamanan, kontrol, dan hasil yang baik dan memuaskan,” ujarnya.
Sejalan dengan Rita Endang, Dwiana Andayani, pemateri selanjutnya menyampaikan bahwa prinsip keamanan, kontrol dan hasil diwujudkan dalam penentuan kriteria evaluasi efek samping obat-obatan yaitu studi pra-klinis dan klinis untuk memastikan keamanan dan hasil yang baik. Dia menambahkan bahwa untuk informasi produk, BPOM juga memastikan informasi yang lengkap, objektif dan dapat dipahami untuk memastikan penggunaan obat yang tepat.
Prinsip ini juga sejalan dengan kontrol kualitas laboratorium pengujian obat dan makanan. Dalam presentasinya, Atiek Supardiati Eka, menyampaikan bahwa BPOM memastikan kualitas laboratorium pengujian dengan mempertimbangkan kerja sama tiga pemangku kepentingan. “Kami memiliki visi yaitu mengintensifkan sistem pengawasan pengujian berbasis risiko demi kesehatan masyarakat,” tegasnya. Dia juga menyampaikan bahwa BPOM mendorong kepercayaan diri pelaku usaha untuk memastikan keamanan obat dan makanan dan memperkuat kerja sama dengan pemangku kepentingan dan memperkuat kapasitas institusional.
Peserta dari NMRA Palestina begitu antusias mengajukan pertanyaan dan berbagi cerita pengalaman mereka dalam melakukan pengawasan, termasuk tentang pengawaasan vaksin dan pengujiannya di Indonesia. “Kami tertarik bagaimana BPOM dapat memastikan bahwa sebuah penyakit disebabkan oleh satu faktor penentu, yang pada akhirnya membuat BPOM mengambil keputusan untuk merekomendasikan penggunaan vaksin tertentu,” tanya salah satu peserta. Mereka juga bertanya mengenai pabrik pembuatan vaksin di Indonesia.
Peserta juga bertanya mengenai sistem pelaporan pegawai kesehatan di Indonesia. Pertanyaan ini dijawab bahwa BPOM sedang berusaha agar sistem pelaporan bersifat mandatoris sehingga pegawai kesehatan berkomitmen pada pelaporan tersebut. Di akhir pelatihan hari ini, peserta menyampaikan bahwa NMRA Palestina juga ingin banyak belajar mengenai pengawasan post-market. “Dua aspek yang akan menjadi fokus kami untuk belajar dari BPOM yaitu post-market surveillance dan post market control.” ujar salah satu peserta. (HM-Khairul)