Jakarta – Beberapa pertanyaan dilontarkan oleh seorang wartawan media online (detik.com) kepada Pelaksana Tugas (Plt.) Kepala BPOM RI, L. Rizka Andalusia, pada saat sesi tanya jawab kegiatan Sosialisasi Hasil Intensifikasi Pengawasan Pangan Selama Ramadan dan Jelang Idulfitri 1445 H/Tahun 2024 (Midterm) yang diselenggarakan secara hybrid di Gedung Bhinneka Tunggal Ika dan melalui Online meeting pada Senin (01/04/2024). Salah satu pertanyaan yang diajukan adalah tindak lanjut apa yang dilakukan BPOM jika menemukan adanya penjual jajanan buka puasa atau takjil yang menggunakan bahan berbahaya pada dagangannya?
Menjawab pertanyaan tersebut, Plt. Kepala BPOM menyampaikan, BPOM akan memberikan pendampingan dan pembinaan kepada pelaku usaha untuk memastikan keamanan dan mutu produk pangan jika ada temuan pelanggaran dalam penjualan takjil. Mengingat bahwa takjil biasanya diproduksi rumah tangga dalam jumlah sedikit dan masa simpannya tidak lama. “Akan dilakukan pembinaan kepada penjual yang bersangkutan, memberikan pemahaman. Jika pelanggarannya berulang, akan dilakukan peringatan,” tuturnya.
Kegiatan sosialisasi hari ini dihadiri oleh lebih kurang 300 orang yang hadir secara luring dan daring, terdiri atas jajaran Pimpinan Tinggi Madya dan Pimpinan Tinggi Pratama BPOM, Kepala Unit Kerja dan Kepala Unit Pelaksana Teknis (UPT) BPOM, perwakilan Dinas Kesehatan dari seluruh Indonesia, dan wartawan media massa. Dalam kesempatan ini, Plt. Kepala BPOM menuturkan bahwa hasil pengawasan takjil tahun 2024 menunjukkan penurunan dari tahun sebelumnya sebanyak 1,17%. Hal ini menurutnya, menunjukkan peningkatan awareness masyarakat terhadap bahaya penyalahgunaan bahan berbahaya pada produk pangan, sehingga supply produk pangan mengandung bahan berbahaya menurun.
Terkait takjil, pada intensifikasi pengawasan Ramadan tahun ini BPOM menemukan 1,10% produk pangan tidak memenuhi syarat (TMS) dari total 9.262 sampel. “Produk takjil TMS tersebut didominasi oleh takjil yang mengandung bahan berbahaya seperti formalin, boraks, rhodamin B, dan methanyl yellow,” ungkap Plt. Kepala BPOM.
Dari 9.262 sampel yang diperiksa, sebanyak 102 sampel (1,1%) mengandung bahan yang dilarang, yaitu formalin (0,53%), rhodamin B (0,30%), boraks (0,28%), dan methanyl yellow (0,01%). Pengujian pada beberapa sampel takjil yang TMS menunjukkan hasil positif pada lebih dari satu parameter uji pada sampel yang sama. Bahan berbahaya formalin ditemukan antara lain pada mi kuning, teri, tahu, cincau, agar, cumi, ikan peda, dan terasi. Sementara rhodamin B ditemukan antara lain pada cendol, mutiara, kerupuk pasir, jelly merah, jenang merah, pacar cina, dan mi Pelangi.
Temuan-temuan tersebut diperoleh dari pengawasan terhadap 3.749 pedagang di 1.057 titik lokasi pengawasan. Banyaknya penjual dan luasnya daerah pengawasan takjil ini juga menjadi pertanyaan dari wartawan. Tidak mudah mengawasi takjil dengan sebaran yang begitu luas. Oleh karena itu, Plt. Kepala BPOM mengajak masyarakat ikut berpartisipasi dalam pengawasan, salah satunya dengan melaporkan kepada BPOM jika menemukan produk pangan olahan, termasuk takjil, yang dicurigai mengandung bahan berbahaya.
Plt. Kepala BPOM juga menegaskan, BPOM berkomitmen terus mengawal keamanan pangan dalam rangka melindungi kesehatan masyarakat, terutama selama Ramadan dan Idulfitri. BPOM meminta pelaku usaha pangan untuk terus mematuhi peraturan perundang-undangan agar dapat menyediakan pangan yang aman bagi masyarakat. (HM-Nelly)
Biro Kerja Sama dan Hubungan Masyarakat