Nusa Dua, Bali – Kepala BPOM RI Taruna Ikrar, mengadakan pertemuan bilateral dengan Menteri Kesehatan Sudan Haitham Mohamed Ibrahim Awadalla, pada Selasa (03/09/2024). Pertemuan ini digelar sebagai upaya mendukung Sudan yang tengah menghadapi krisis kesehatan. Pertemuan yang berlangsung di sela-sela Indonesia-Africa Forum II (IAF II) dan berhasil mencapai kesepakatan penting untuk memperkuat kerja sama di sektor farmasi antara kedua negara.
Sudan saat ini tengah menghadapi tantangan besar akibat perang saudara dan wabah kolera yang mengancam kesehatan masyarakat secara luas. Sebagai sesama anggota National Medicines Regulatory Authorities (NMRAs) Organisation of Islamic Cooperation (OIC), BPOM terpanggil untuk memberikan dukungan penuh, baik melalui bantuan langsung maupun peningkatan kapasitas regulasi obat di Sudan.
Sebagai wujud solidaritas, Indonesia telah beberapa kali mengirimkan bantuan medis darurat ke Sudan. Dalam pertemuan bilateral ini, BPOM berkomitmen menjalin kerja sama dengan Kementerian Kesehatan Sudan dan Asosiasi Farmasi Indonesia (Gabungan Pengusaha Farmasi Indonesia) untuk memberikan bantuan obat-obatan esensial guna mengatasi wabah kolera di Sudan. Obat-obatan yang diusulkan untuk dikirimkan meliputi zink, doksisiklin, azitromisin, eritromisin, dan siprofloksasin.
Selain bantuan obat-obatan, BPOM juga akan mendukung Sudan dalam meningkatkan kapasitas regulasi obat melalui pelatihan dan transfer pengetahuan kepada otoritas regulatori Sudan. Kedua negara juga akan membahas kemungkinan kerja sama lebih lanjut dalam evaluasi obat, inspeksi cara pembuatan obat yang baik (CPOB), dan pelepasan lot vaksin. Komitmen ini menegaskan peran BPOM sebagai regulator obat di Indonesia yang telah diakui oleh WHO dengan tingkat kematangan (maturity level) 3 dan 4, serta keanggotaannya dalam Pharmaceutical Inspection Co-operation Scheme (PIC/S).
“Kerja sama ini merupakan bukti nyata dari solidaritas kemanusiaan Indonesia terhadap rakyat Sudan. Kami berharap bantuan yang kami berikan dapat meringankan beban penderitaan mereka dan berkontribusi pada pemulihan sektor kesehatan di Sudan,” ungkap Kepala BPOM.
Menteri Kesehatan Sudan Dr. Haitham Mohamed Ibrahim Awadalla, menyampaikan apresiasinya atas dukungan yang diberikan oleh pemerintah dan rakyat Indonesia. “Kerja sama ini sangat berarti bagi kami dalam menghadapi krisis kesehatan yang tengah melanda. Kami berharap kerja sama ini dapat terus berlanjut dan semakin erat di masa mendatang,” ujarnya.
Regulator obat Sudan menyatakan kesediaannya untuk bergantung pada BPOM RI dalam mempercepat proses registrasi produk farmasi asal Indonesia. Langkah ini tidak hanya mempercepat akses produk farmasi Indonesia ke pasar Sudan, tetapi juga membuka peluang bagi transfer pengetahuan yang lebih mendalam mengenai regulasi obat. Kerja sama ini diharapkan dapat memperkuat sistem regulasi obat di Sudan, sekaligus memberikan peluang besar bagi industri farmasi Indonesia untuk memperluas pasar di wilayah tersebut.
Sebagai tindak lanjut pertemuan bilateral ini, kedua belah pihak akan segera merumuskan dan menandatangani memorandum of understanding (MoU). MoU ini akan mencakup berbagai aspek kerja sama, termasuk pertukaran informasi mengenai standar dan regulasi, penerapan regulatory reliance oleh Sudan terhadap BPOM, serta dukungan capacity building dari BPOM untuk memperkuat kapasitas regulatory di Sudan.
Kolaborasi ini menjadi bukti komitmen Indonesia dalam memperkuat hubungan internasional dan berkontribusi dalam mengatasi krisis global. Kerja sama antara BPOM dan Sudan tidak hanya berfokus pada bantuan jangka pendek, tetapi juga bertujuan membangun fondasi yang kuat untuk kemitraan jangka panjang di sektor kesehatan. Kedua negara berharap upaya ini dapat menjadi inspirasi bagi negara-negara lain dalam mempererat solidaritas internasional dan memberikan bantuan nyata di masa-masa sulit. (HM-Devi)
Biro Kerja Sama dan Hubungan Masyarakat