Jakarta – Menjelang Hari Raya Natal 2019 dan Tahun Baru 2020, Badan POM temukan Rp3,97 miliar pangan Tidak Memenuhi Ketentuan (TMK). Hasil ini diperoleh dari intensifikasi pengawasan yang dilakukan Badan POM melalui 33 Balai Besar/Balai POM dan 40 Kantor Badan POM di Kabupaten/Kota. Intensifikasi pengawasan ini dilakukan mengingat demand untuk pangan olahan yang semakin meningkat menjelang hari-hari besar.
Kepala Badan POM RI, Penny K. Lukito, dalam konferensi pers yang digelar di Aula Gedung C Badan POM hari Senin (23/12) menyebutkan bahwa jumlah temuan tahun ini proporsinya hampir sama dengan hasil intensifikasi pengawasan akhir tahun 2018 lalu.
Bedanya, pada tahun ini terjadi penambahan jumlah sarana yang diawasi Badan POM dibandingkan dengan tahun sebelumnya. Hal ini dikarenakan telah aktifnya Kantor Badan POM di Kabupaten/Kota untuk melengkapi pengawasan rutin yang dilakukan sepanjang tahun dan pengawasan dengan target khusus.
“Kami lakukan perluasan sarana yang diawasi, yaitu meningkat sebesar 20% dari tahun 2018 lalu, yaitu dari yang sebelumnya 2.169 sarana menjadi 2.664 sarana,” jelas Penny K. Lukito.
“Dan kembali kami ingatkan bahwa Badan POM tidak hanya lakukan upaya pengawasan jelang hari raya dan hari penting saja. Pengawasan selalu secara rutin dilakukan Kedeputian Badan POM serta Balai Besar/Balai POM dan Kantor Badan POM di seluruh Indonesia. Kami juga lakukan operasi bersama dengan target khusus, contohnya Operasi Pangea untuk awasi penjualan produk melalui e-commerce,” ujar Penny K. Lukito.
Secara rinci, hingga intensifikasi pengawasan tahap III (sampai dengan 19 Desember 2019) telah dilakukan pemeriksaan terhadap 2.664 sarana distribusi pangan. Hasilnya, 1.152 sarana TMK karena menjual produk pangan ilegal, rusak, dan kedaluwarsa.
“Fokus kami adalah pada sarana-sarana distribusi dengan volume barang yang besar, yaitu ritel, importir, distributor, dan grosir. Sebanyak 50,97% temuan yang didapati adalah produk pangan Tanpa Izin Edar (TIE), 42,98% merupakan pangan kedaluwarsa, dan sisanya adalah temuan pangan rusak. Ini hampir sama dengan tahun lalu,” jelas Penny K. Lukito.
Ditambahkan Kepala Badan POM lagi, temuan pangan TIE didominasi oleh produk Bahan Tambahan Pangan (BTP). Sementara temuan pangan kedaluwarsa dan rusak didominasi oleh produk minuman. Terhadap temuan-temuan tersebut, Badan POM telah mengamankan dan memerintahkan agar produk tersebut tidak diedarkan.
Terkait dengan temuan ini, Badan POM terus berupaya melakukan Komunikasi, Informasi, dan Edukasi (KIE) kepada masyarakat agar cerdas memilih produk pangan yang akan dikonsumsi dengan selalu melakukan Cek KLIK (Kemasan, Label, Izin edar, dan Kedaluwarsa). Terlebih dengan mulai adanya penerapan pencantuman Informasi Nilai Gizi (ING) pada produk pangan olahan, diharapkan dapat membantu masyarakat untuk memilih produk pangan yang lebih sehat.
Selain itu, kepada para pelaku usaha juga kembali diimbau untuk mematuhi peraturan yang berlaku, termasuk di bidang keamanan pangan. “Badan POM sudah terapkan banyak kemudahan bagi pelaku usaha dalam hal perizinan produk pangan, termasuk pendampingan dan bimbingan teknis kepada pelaku Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM). Jadi, tidak ada alasan untuk memilih mendistribusikan produk ilegal karena lebih mudah diperoleh. Itu hanya modus.” tegas Penny K. Lukito menutup paparannya. (HM-Herma)
Biro Hubungan Masyarakat dan Dukungan Strategis Pimpinan