Melalui Hilirisasi dan Digitalisasi, Badan POM Dukung Transformasi Rempah Indonesia

12-01-2020 Kerjasama dan Humas Dilihat 2918 kali Pusat Data dan Informasi Obat dan Makanan

Jakarta – Memasuki minggu kedua Januari 2020, Kepala Badan POM RI, Penny K. Lukito menghadiri Rapat Kerja Nasional (Rakernas) perdana Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) yang diselenggarakan di Jakarta International Expo (JIWXPO) Kemayoran. Dalam kegiatan yang mengangkat sub tema "Strategi Jalur Rempah Dalam Lima Prioritas Industri Nasional Untuk Mewujudkan Indonesia Berdikari" ini, Kepala Badan POM memaparkan presentasi berjudul “Transformasi Rempah Nusantara Mendukung Daya Saing Industri 4.0: Peran Badan POM Melalui Hilirisasi Dan Digitalisasi”, Sabtu (11/01).               

Dalam paparannya, Penny K. Lukito menyebutkan berbagai tantangan dihadapi Badan POM diantaranya peredaran produk dalam jaringan (daring) serta pengawasan di daerah perbatasan yang rentan akan peredaran produk illegal.

“Permasalahan mendasar terkait pengawasan, yang sekaligus mempengaruhi daya saing peredaran obat dalam negeri adalah e-commerce. Produk yang beredar secara online ini perlu dibangun aspek pengawasan yang tepat", jelasnya.

Dalam pengawasan Obat dan Makanan, Badan POM melakukan sejumlah upaya mulai dari standarisasi, registrasi, hilirisasi hingga memastikan produksi dan distribusi sesuai spesikasi yang dijanjikan, serta digitalisasi. "Kata kuncinya adalah hilirisasi, inovasi dan digitalisasi”, jelas Kepala Badan POM.

Tantangan lain yang dihadapi adalah membangun kemitraan yang efektif antara pemerintah, pelaku usaha, masyarakat, dan akademisi untuk meningkatkan kapasitas industri. “Peran pemerintah daerah sangat penting, terutama terkait perizinan obat tradisional dan pangan yang dikeluarkan pemerintah daerah.

Penny K. Lukito mengakhiri paparannya dengan menyampaikan beberapa rekomendasi yang perlu mendapat perhatian bersama, yaitu intensifikasi koordinasi yang efektif semua  pihak sebagai peran dan fungsi masing-masing, pembentukan regulasi yang tidak tumpang tindih termasuk perlunya Undang-Undang untuk menjamin institusi Badan POM yang mandiri.

Setelah pemaparan Kepala Badan POM, sejumlah peserta rakernas dengan semangat mengutarakan kendala yang dialami di wilayah mereka. Salah satu peserta menyampaikan keluhannya terkait legalitas produk negara tetangga yang masuk ke wilayahnya, yang notabene dinyatakan sebagai Zona Perdagangan Bebas.

"Saat ini, kami memiliki sejumlah kendala. Yang pertama karena belum ada kantor Badan POM di daerah kami. Yang kedua, di Aceh tidak ada pabrik gula. Harga gula yang didatangkan dari Thailand jauh lebih murah. Namun, pada akhirnya produk impor tersebut dimusnahkan karena dinyatakan ilegal. Untuk itu, saya mohon bagaimana kebijakan dari Badan POM untuk permasalahan ini," tandas peserta yang berasal dari wilayah ujung barat Indonesia.

Penny K. Lukito menjelaskan bahwa Badan POM telah berkomunikasi dengan pemerintah setempat terkait jenis pangan yang dimaksud. "Saat kunjungan ke Sabang, kami berdialog terkait daerah perdagangan bebas. Badan POM dapat memberikan izin edar khusus, tapi dengan syarat agar diedarkan terbatas di wilayah tersebut saja. Ini berlaku untuk semua jenis pangan impor yang masuk, dan tentunya untuk menggerakkan ekonomi masyarakat setempat," tegasnya.

Sebagai penutup, Kepala Badan POM mengucapkan terima kasih atas masukan yang diberikan, dan berharap adanya sinergi antara pemerintah daerah dalam mensosialisasikan kewenangan daerah, untuk mewujudkan keberhasilan Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM) agar mampu menggerakkan perputaran perekonomian masyarakat. (HM-Rizky)

Biro Hubungan Masyarakat dan Dukungan Strategis Pimpinan

Bagikan:

Klik disini untuk chat via WhatsApp!+
Sarana