Surabaya – Percepatan pengembangan industri farmasi tengah menyita perhatian besar Badan POM. Selain sejalan dengan visi dan misi Presiden RI 2019-2024 serta Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2020-2024, hal tersebut telah menjadi amanat bagi Badan POM melalui Instruksi Presiden Nomor 6 Tahun 2016 tentang Percepatan Pengembangan Industri Farmasi dan Alat Kesehatan.
Berbagai inovasi dilakukan untuk mewujudkan target tersebut. Di antaranya dengan mengupayakan percepatan perizinan obat melalui deregulasi, simplifikasi proses bisnis, serta penggunaan teknologi informasi (digitalisasi) pada layanan sertifikasi. Tujuan utama dari inovasi tersebut adalah memberikan kemudahan bagi pelaku usaha dalam memenuhi regulasi yang berlaku.
Untuk itu, Badan POM secara intensif melakukan peningkatan komunikasi, pendampingan dan pengawalan (asistensi) kepada industri farmasi di Indonesia. Salah satunya melalui penyelenggaraan “Forum Komunikasi Badan POM dengan Pelaku Usaha dalam Rangka Peningkatan Daya Saing Industri Farmasi Melalui Asistensi Regulatori” di Surabaya, Selasa (28/01). Kegiatan yang dihadiri oleh lebih kurang 80 orang pelaku usaha di wilayah Jawa Timur tersebut dimaksudkan menjadi wadah komunikasi yang efektif antara Badan POM dengan pelaku usaha terkait permasalahan yang dihadapi dalam pemenuhan standar dan regulasi yang berlaku.
Adanya asistensi regulatori yang secara konsisten dilakukan oleh Badan POM ini memperoleh apresiasi dari para pelaku usaha yang hadir. Karena regulasi yang ada terkait proses produksi obat dapat tersampaikan dengan lebih jelas dan berjalan efektif.
“Kami sangat mengapresiasi undangan dari Badan POM pada kegiatan asistensi regulatori ini sebagai suatu langkah awal untuk semakin meningkatkan komunikasi agar semua regulasi yang berlaku dapat lebih efektif dan tepat sasaran,” ujar Ketua Umum GP Farmasi Indonesia, Philips Pangestu saat menghadiri kegiatan tersebut.
“Kami dari industri farmasi juga sangat terbantu dan dimudahkan dalam hal registrasi karena sekarang semuanya sudah online. Dulu proses registrasi menjadi kendala karena industri farmasi dari daerah harus mengajukan ke pusat. Sekarang tidak perlu lagi,” tambahnya lagi.
Hal senada juga disuarakan oleh Kepala Unit Transfusi Darah (UTD) Palang Merah Indonesia (PMI) Kab. Lumajang, Thoriqul Haq yang turut menjadi tamu undangan Badan POM pada kegiatan Forum Komunikasi di Surabaya sekaligus menerima sertifikat Cara Pembuatan Obat yang Baik (CPOB) dari Badan POM karena telah mampu mengelola produk darah sesuai pedoman CPOB.
“Badan POM tidak sekedar melakukan pendampingan, tetapi day to day memastikan bahwa kami di PMI melakukan langkah dengan benar sesuai standar Badan POM (CPOB). Ke depannya kami mohon agar terus didampingi karena sertifikat ini menjadi tantangan bagi kami untuk terus menjamin kualitas dan pemenuhan standardisasi yang ada,” tukas Thoriqul Haq.
Sebagai informasi, produk-produk darah termasuk salah satu produk yang difokuskan untuk dilakukan percepatan pengembangan melalui proses hilirisasi riset. Hal ini mengingat kebutuhan medis Indonesia akan produk darah yang terus meningkat. Hilirisasi produk darah menjadi penting agar Indonesia mampu secara mandiri memenuhi kebutuhan tersebut, sehingga produk darah dapat diakses dan diperoleh masyarakat dengan lebih terjangkau. Dan tentunya dengan begitu juga turut berperan meningkatkan perekonomian Indonesia.
Untuk itu, Badan POM berkomitmen terus melakukan asistensi regulatori kepada industri farmasi, serta mendukung proses hilirisasi hasil riset obat hingga dapat menjadi produk komersial. Dengan begitu, produk obat yang dihasilkan diharapkan dapat terus memenuhi syarat keamanan, khasiat, dan mutu serta peraturan yang berlaku dan pada akhirnya dapat meningkatkan daya saing sekaligus mewujudkan target kemandirian obat untuk memenuhi kebutuhan obat di dalam negeri. (HM-Herma)
Biro Hubungan Masyarakat dan Dukungan Strategis Pimpinan