Jakarta - Berikut yang diutarakan Kepala Badan POM RI, Penny K. Lukito pada saat memberikan sambutannya pada acara “Sosialisasi Monitoring Efek Samping Obat Tradisional (OT) dan Suplemen Kesehatan (SK): Pahami dan Laporkan Bila Terjadi” pada Hari Senin (09/08). Acara yang diselenggarakan secara online tersebut diikuti oleh peserta yang berasal dari tim ahli Dinas Kesehatan, Asosiasi Profesi, Organisasi Masyarakat dan Masyarakat. Juga menghadirkan narasumber yang kompeten dari Badan POM, serta pakar farmakologi dari Universitas Indonesia, dr. Purwanty Astuti Ascobat dan dokter sekaligus public figure, dr. Vito Damay.
Sosialisasi hari ini bertujuan memberikan pemahaman dan kesadaran kepada masyarakat mengenai efek samping yang dapat timbul dari penggunaan OT dan SK. Fakta di lapangan, saat ini penggunaan OT dan SK semakin luas dan banyak dilakukan sebagai swamedikasi dalam jangka waktu yang tidak singkat. Peningkatan jumlah pemakaian ini tentu berpotensi menimbulkan kejadian yang tidak diinginkan dalam penggunaannya. Sementara itu, masyarakat Indonesia sebagai pengguna produk dinilai masih kurang kritis dan kurang memiliki budaya untuk melaporkan kejadian yang tidak diinginkan atau efek samping yang dialami setelah mengonsumsi produk OT atau SK tersebut.
Hal ini terlihat dari data pelaporan efek samping OT dan SK sejak tahun 2014 hingga Desember 2020, jumlah pelaporan efek samping hanya mencapai 281 kasus untuk OT dan 117 untuk SK. “Data laporan tersebut terutama didapat dari pelaku usaha dan tenaga kesehatan, sedangkan laporan dari masyarakat masih sangat rendah,” ungkap Penny K. Lukito dalam sambutannya.
Lebih lanjut, Penny K. Lukito menjelaskan bahwa Badan POM telah menerbitkan peraturan Badan POM Nomor 4 Tahun 2021 tentang Mekanisme Monitoring Efek Samping Obat Tradisional dan Suplemen Kesehatan. Peraturan ini mewajibkan para pelaku usaha melaporkan hasil monitoring efek samping OT dan SK secara berkala. Namun bagi masyarakat, tenaga kesehatan, dan tenaga kefarmasian, pelaporan ke Badan POM masih bersifat sukarela. Pelaporan dapat dilakukan melalui beberapa cara yaitu melaui E-reporting, Contact Center HALOBPOM 1500533, dan Aplikasi E-MESOT yang dapat diunduh di Playstore.
Menurut Penny K. Lukito, monitoring Efek samping OT dan SK merupakan tahapan yang penting dengan semakin berkembang dan bertambahnya jenis OT dan SK yang disetujui Badan POM dalam rangka merespon kebutuhan masyarakat, khususnya dalam masa pandemi. “Untuk itulah sosialisasi terhadap urgensinya perlu kita perluas”, tegasnya.
Pada kesempatan yang sama, Deputi Bidang Pengawasan Obat Tradisional, Suplemen Kesehatan, dan Kosmetik, Reri Indriani juga menambahkan bahwa monitoring efek samping OT dan SK dimaksudkan untuk memonitor semua kejadian tidak diinginkan baik yang serius ataupun non-serius. Hasil evaluasi dari semua informasi yang terkumpul akan digunakan sebagai bahan untuk melakukan penilaian kembali OT dan SK yang beredar, serta untuk melakukan tindakan pengamanan atau penyesuaian yang diperlukan.
Melalui acara ini, Badan POM berharap agar materi yang disampaikan dapat memberikan pemahaman yang utuh kepada masyarakat mengenai efek samping yang mungkin timbul dari penggunaan OT dan SK. Di samping untuk meluruskan pamahaman yang selama ini ada di masyarakat bahwa konsumsi obat berbahan alam aman dan tidak menyebabkan efek samping. Kegiatan ini sekaligus juga meningkatkan kesadaran dan peran aktif masyarakat umum dan tenaga kesehatan serta kefarmasian dalam memanfaatkan saluran pelaporan dari Badan POM apabila terjadi efek samping akibat dari penggunaan OT dan SK. (HM-Rahman)
Biro Kerja Sama dan Hubungan Masyarakat