
Penyusunan Farmakope Indonesia sebagai buku standar dalam mengawal mutu obat yang beredar di Indonesia, menjadi tugas dan tanggung jawab kita bersama. Buku ini juga merupakan s alah satu tools sistem pengawasan untuk deteksi dini kualitas atau mutu obat terhadap produk yang substandard / spurious / falsely labelled/ falsified/ counterfeit (SSFFC), yang dapat membahayakan kesehatan masyarakat. Demikian disampaikan Kepala Badan POM, Dra. Lucky S. Slamet, M.Sc, dalam sambutannya dalam Pembukaan Rapat Teknis Penyusunan Monografi Farmakope Indonesia 26 Juni 2013. Kepala Badan POM menambahkan bahwa Farmakope juga harus mencakup persyaratan mutu obat baru yang menggunakan teknologi baru sehingga sediaan farmasi yang beredar di Indonesia dapat dikendalikan.
Rapat teknis yang diselenggarakan Direktorat Standardisasi Produk Terapetik dan PKRT ini dihadiri oleh 66 orang pakar farmasi dari berbagai perguruan tinggi yaitu UI, ITB, UNPAD, UGM, UNAIR, Universitas Pancasila, Tim Ahli Independen dan Tim Ahli dari Badan POM. Deputi Bidang Bidang Pengawasan Produk Terapetik dan NAPZA, Dra. A. Retno Tyas Utami, Apt, M.Epid , menjelaskan bahwa tujuan diadakannya rapat ini adalah untuk memberikan pencerahan dan tambahan pengetahuan bagi peserta dalam memperkaya wawasan dalam penyusunan Suplemen Farmakope Indonesia ke depan sehingga diharapkan Farmakope Indonesia dan suplemennya senantiasa mengikuti perkembangan di bidang standar mutu dan pengujian obat dan bahan obat .
Peran penting Farmakope sebagai buku standard yang digunakan secara luas baik oleh lembaga pemerintah di bidang kesehatan , industri farmasi, laboratorium uji independen dan bidang pendidikan, disadari penuh oleh Badan POM. Karena itu, Badan POM ber cita-cita untuk menetapkan suatu program yang berkesinambungan , untuk menyusun edisi baru Farmakope Indonesia setiap lima tahun, melalui kajian periodik 3 (tiga) suplemen diantara edisi . (HM-13)
Biro Hukmas