Jakarta - Sebulan setelah peluncuran Informatorium Obat COVID-19 di Indonesia pada 7 April 2020, Badan POM melakukan sosialisasi, edukasi, sekaligus monitoring evaluasi efektivitas penggunaan obat COVID-19 di sejumlah Rumah Sakit (RS). Mengawali upaya itu, Badan POM bersama Kementerian Kesehatan, Ikatan Dokter Indonesia (IDI), Ikatan Apoteker Indonesia (IAI), dan Praktisi di RS menyelenggarakan webinar Sosialisasi dan Edukasi Penggunaan Obat untuk Penanggulangan COVID-19 di Jakarta, Jumat (08/05).
Deputi Bidang Pengawasan Obat, Narkotika, Psikotropika, Prekursor dan Zat Adiktif Badan POM (Deputi I Badan POM), Rita Endang menyampaikan webinar ini penting untuk mendengarkan tanggapan dan informasi lebih lanjut tentang penggunaan Informatorium Obat COVID-19. Selain itu tenaga kesehatan dapat melaporkan Kejadian yang Tidak Diinginkan (KTD) selama pengobatan pasien COVID-19. “Tenaga kesehatan yang berada di lapangan tentu paling mengetahui hasil terapi penggunaan sejumlah obat yang telah direkomendasikan para ahli dalam informatorium tersebut,” ujar Rita Endang.
Pasalnya hingga saat ini belum tersedia vaksin atau terapi spesifik untuk pengobatan COVID-19. Namun demikian, beberapa obat yang potensial telah dipergunakan untuk penderita COVID-19 dengan status obat uji. Beberapa obat tersebut menunjukkan efektivitas yang baik dan berpotensi menjadi obat COVID-19. Deputi I Badan POM mengungkapkan bahwa Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) kini juga telah menetapkan beberapa kandidat obat COVID-19 pada Global Research Roadmap for COVID-19 untuk kemudian dilakukan uji klinik skala besar. “Indonesia menjadi bagian WHO Global Solidarity Trial yang melibatkan 23 RS di Indonesia,” ungkapnya.
Monitoring evaluasi pengobatan di masa pandemi harus dilakukan secara berkelanjutan untuk memastikan terapi yang diberikan tepat sasaran. Jika ada perkembangan pengobatan saat ini, maka informatorium ini dapat diperbarui sesuai dengan kemajuan pengembangan obat dan penatalaksanaan COVID-19. "Informatorium Obat COVID-19 ini disusun berdasarkan manajemen terapi yang dipublikasikan Perhimpunan Dokter Paru Indonesia (PDPI) dan beberapa negara lain, seperti China, Jepang, Amerika, dan Singapura, beberapa pedoman global, seperti yang disarankan WHO, serta publikasi ilmiah," jelasnya.
Dalam rangka menjaga kehati-hatian pemberian obat COVID-19, perlu sosialisasi dan edukasi informatorium tersebut khususnya informasi teknis mengenai Obat COVID-19 seperti efek samping, perhatian dan kontra indikasi dan sejenisnya kepada tenaga medis dan kesehatan, serta sosialisasi aplikasi BPOM Mobile untuk pelaporan obat substandar dan obat ilegal termasuk obat palsu. Pada 9 April 2020 lalu, WHO mengumumkan adanya peredaran kloroquin palsu di Afrika dan meminta semua negara waspada. Di Indonesia, hasil pengawasan daring juga ditemukan peredaran kloroquin ilegal yang diklaim sebagai obat COVID-19.
Webinar diikuti sejumlah lintas sektor dan ahli antara lain Direktur Jenderal Farmasi dan Alat Kesehatan Kementerian Kesehatan Engko Sosialine, Ahli Farmakologi FK UI Prof. Dr. dr. Rianto Setiabudy, SpFk., Ahli Paru RS Persahabatan dr. Erlina Burhan, Sp.P(K), M.Sc., Ph.D, Tim Ahli dari Fakultas Farmasi UGM Prof. Zulies Ikawati, Apt., perwakilan dokter dan apoteker dari RS Rujukan COVID-19 di seluruh Indonesia, Perhimpunan Rumah Sakit Seluruh Indonesia (PERSI), Himpunan Seminat Farmasi Rumah Sakit Seluruh Indonesia (PP HISFARSI), Perhimpunan Dokter Spesialis Penyakit Dalam Indonesia (PAPDI), dan Perhimpunan Dokter Paru Indonesia (PDPI).
Dengan sosialisasi dan edukasi ini diharapkan peserta webinar mendapatkan penjelasan tentang kebijakan pemerintah terkait ketersediaan dan tata kelola penggunaan obat COVID-19 termasuk penegakan diagnosis sebelum menggunakannya. Para tenaga kesehatan baik dokter, apoteker, maupun akademisi yang belum mengetahui informatorium ini, diharapkan bisa memperoleh penjelasan rinci dari Tim Ahli, kehati-hatian penggunaannya, dan agar tetap memperhatikan penggunaan obat yang rasional. (HM-Fathan)
Biro Hubungan Masyarakat dan Dukungan Strategis Pimpinan