Tingkatkan Kapasitas Pengawasan Melalui Risk Management Plan

19-09-2023 Umum Dilihat 2157 kali Biro Kerja Sama dan Hubungan Masyarakat

Jakarta - “Salah satu inovasi yang dilakukan BPOM adalah revitalisasi sistem farmakovigilans yang efektif melalui terbitnya Peraturan BPOM Nomor 15 Tahun 2022 tentang Penerapan Farmakovigilans. Sesuai dengan peraturan tersebut, salah satu tahapan implementasi farmakovigilans adalah penyusunan Risk Management Plan (RMP) atau Perencanaan Manajemen Risiko (PMR) oleh industri farmasi sebagai bagian pengawasan pre-market.” Demikian disampaikan Kepala BPOM Penny K. Lukito dalam sambutannya pada saat membuka Workshop Perkuatan Kapasitas BPOM dalam Pengawasan Pre-Market melalui Evaluasi Risk Management Plan (RMP) atau Perencanaan Manajemen Risiko (PMR) di Jakarta, Selasa (19/09/2023).

 

Lebih lanjut Kepala BPOM menjelaskan bahwa RMP merupakan dokumen yang dirancang untuk mengidentifikasi, menentukan karakteristik, mencegah atau meminimalkan risiko obat sebelum diedarkan sehingga farmakovigilans dapat diimplementasikan dengan efektif pada saat obat beredar. “Industri farmasi memiliki kewajiban untuk menyusun dokumen RMP secara holistik yang mencakup proses pengembangan hingga distribusi produk. Dokumen ini merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari dokumen registrasi produk.” tuturnya.

 

Penerapan kewajiban penyusunan dokumen RMP dilakukan secara bertahap. Berdasarkan data periode Januari-Agustus 2023, persentase penyerahan dokumen RMP baru mencapai 30% dari seluruh permohonan registrasi obat baru yang diterima oleh BPOM. Karena itu BPOM menyelenggarakan workshop ini. Selain untuk membantu industri farmasi dalam penyusunan dokumen RMP sebagai bagian dari dokumen registrasi, workshop ini juga bertujuan untuk memperkuat kapasitas BPOM dan industri farmasi dalam penerapan RMP, termasuk environmental risk assessment (ERA) di tahap registrasi obat sekaligus memperkuat pengetahuan dan kapasitas evaluator BPOM dalam evaluasi dokumen RMP.

 

Secara garis besar, penyusunan dokumen RMP bertujuan untuk mengidentifikasi dini risiko produk dan area yang memerlukan evaluasi lebih lanjut. Selain itu RMP juga dibutuhkan untuk melakukan perencanaan penelitian/studi baru untuk mengidentifikasi dan mengenali risiko. Selain mengidentifikasi risiko obat pada pasien, RMP juga dapat mengidentifikasi risiko agar tidak memberikan efek atau dampak buruk pada lingkungan.

 

“Satu persyaratan registrasi yang mensyaratkan adalah dokumen RMP yang di dalamnya terdapat satu aspek yaitu ERA. Mengidentifikasi dari awal kira-kira risiko/dampaknya pada lingkungan, dan apa plan of actionnya agar risiko itu tidak terjadi,” ujar Kepala BPOM.

 

Sebelumnya perwakilan WHO Indonesia Country Office Dr. Roderick Salenga dalam sambutannya menyampaikan bahwa WHO terus mendukung BPOM dalam memastikan akses keamanan, khasiat, dan mutu produk obat. Termasuk upaya BPOM dalam penerapan farmakovigilans melalui penyusunan RMP sebagai bagian dari pengawasan.

 

Ketua International Pharmaceutical Manufacturers Group, Ani Rahardjo dan Ketua Gabungan Perusahaan Farmasi Indonesia, Elfiano Rizaldi, menyambut baik dan mendukung penuh upaya BPOM terkait penerapan RMP ini. “Ke depan, kita memang harus lebih meningkatkan kapasitas karena industri farmasi selain memproduksi obat untuk masyarakat, tetapi juga mempunyai tanggung jawab terhadap keamanan obat dan dampak terhadap lingkungan. Efek dari limbah industri farmasi akan berdampak pada lingkungan, baik itu bahan kimianya, bahan tambahan, maupun dari kemasannya,” tutur Elfiano Rizaldi.

 

Workshop RMP diselenggarakan selama 3 (tiga) hari, mulai Selasa-Kamis, 19 - 21 September 2023 di Jakarta. Selain pemaparan materi dari para pakar terkait teknik penyusunan RMP, reviu dan evaluasi RMP, serta penilaian risiko lingkungan untuk sektor farmasi, para peserta juga diminta untuk menyusun dokumen untuk kemudian dipresentasikan secara berkelompok. Kegiatan workshop juga diramaikan dengan side event berupa Pameran Standing Poster terkait RMP dan ERA yang diisi dengan poster ilmiah dari industri farmasi.

 

Workshop diikuti oleh lebih dari 350 peserta yang terdiri pegawai BPOM, industri farmasi, dan peserta lain yang hadir secara luring dan daring. Sementara itu, narasumber yang hadir antara lain Founder and Chairman of Indonesia Water Institute, Firdaus Ali; ahli dari Therapeutic Goods Administration (TGA) Australia, Petra Bismire dan My Di Luu; Perwakilan dari Merck US, Melissa F. Manuel; Direktur Registrasi Obat BPOM, Ria Christine Siagian; dan Direktur Pengawasan Keamanan Mutu Ekspor Impor Obat dan NPPZA BPOM, Nova Emelda. Kepala BPOM berharap melalui pemaparan materi dan penyusunan tugas selama workshop, para peserta dapat memperoleh pemahaman yang mendalam terkait RMP dan mampu mengaplikasikannya dalam pelaksanaan tugas. (HM-Nelly)

 

Biro Kerja Sama dan Hubungan Masyarakat

Berita Terkait

Bagikan:

Klik disini untuk chat via WhatsApp!+
Sarana