Jakarta – Setelah dilanda pandemi selama lebih dari 10 bulan, Indonesia akhirnya menemukan titik terang, salah satunya melalui pelaksanaan program vaksinasi COVID-19 yang ditandai dengan penyuntikan vaksin pertama pada Presiden RI Joko Widodo, Rabu (13/01) lalu. Namun, tak seluruh masyarakat Indonesia menyambut hangat dan mendukung program ini. Saat ini muncul banyak hoaks atau disinformasi terkait vaksin yang tentunya dapat menghambat kelancaran program vaksinasi, bahkan menimbulkan polemik dan potensi masalah yang dapat menjadi celah konflik sosial.
Rabu (27/01), Komisi Informasi Pusat menyelenggarakan Webinar Literasi Vaksin COVID-19: Vaksinasi Massal Sebagai Solusi Mengatasi Pandemi COVID-19 dengan melibatkan narasumber dari berbagai Kementerian/Lembaga yang berkaitan dengan program vaksinasi. Acara ini merupakan program literasi vaksin yang khusus menyediakan dan menyampaikan informasi publik yang dibutuhkan serta menangkal berbagai hoaks atau disinformasi terkait Vaksin COVID-19.
Narasumber yang hadir yaitu Wakil Menteri Kesehatan Dante S. Harbuwono yang memaparkan materi terkait “Vaksinasi COVID-19 dan Kesehatan Masyarakat”, Direktur Jenderal Bina Administrasi Kewilayahan Kementerian Dalam Negeri Safrizal ZA yang menjelaskan “Peran Pemerintah Daerah dalam Menyukseskan Vaksinasi”, Ketua KPCPEN Rosarita Niken Widiastuti yang membahas “Informasi dan Komunikasi Publik Vaksinasi COVID-19”, Ketua Majelis Ulama Indonesia bidang Fatwa Asrorun Ni''''am yang membahas Vaksinasi COVID-19 dalam Perspektif MUI dan Direktur Registrasi Obat Badan POM Rizka Andalusia yang memaparkan materi terkait Pengawalan Badan POM terhadap Keamanan, Khasiat, dan Mutu Vaksin COVID-19 Sebelum dan Sesudah di Peredaran.
Direktur Registrasi Obat mengawali paparannya dengan menjelaskan pentingnya masyarakat untuk divaksin. Menurutnya ada tiga alasan mengapa perlu divaksin yaitu sebagai perlindungan bagi individu yang divaksin, membentuk kekebalan kelompok (Herd Immunity) dan sebagai perlindungan kepada kelompok lain.
“Jika masyarakat yang divaksinasi dalam jumlah besar maka akan terbentuk kekebalan dalam masyarakat atau yang disebut Herd Immunity. Oleh karena itu dibutuhkan sekitar 80-90% dari masyarakat yang divaksinasi,” jelasnya. Ia mengungkapkan dengan adanya herd immunity, maka akan menjadi seasonal disease, yaitu penyakit musiman yang bisa dicegah dengan vaksin.
“Dengan vaksinasi kita dapat memberikan perlindungan kepada kelompok orang yang tidak memungkinkan untuk mendapat vaksin, misalnya memiliki penyakit berat, alergi terhadap vaksin, anak-anak, ibu hamil dan menyusui," lanjutnya.
Rizka juga menjawab banyaknya pertanyaan di masyarakat yaitu terkait uji klinik fase 3 vaksin CoronaVac yang tidak dilakukan di negara pembuatnya, Tiongkok.
“Uji klinik fase 3 ini tujuannya adalah untuk melihat efikasi suatu vaksin. Untuk melihat suatu efikasi vaksin, kita harus melakukan uji klinik di daerah yang masih terjadi pandemi yang sangat tinggi, sementara di Tiongkok pada periode Oktober-November itu sudah mulai turun dan bahkan sudah hampir mencapai zero kasus COVID-19,” ungkap Rizka. “Sehingga tidak mungkin melakukan uji klinik fase 3 disana (Tiongkok) karena kita tidak bisa melihat bagaimana daya proteksi vaksin tersebut terhadap virus yang ada,” lanjutnya.
Terkait data khasiat dan keamanan Vaksin CoronaVac, Rizka memaparkan bahwa berdasarkan data uji pada hewan dan uji klinik pada manusia mulai dari studi fase 1, fase 2 dan interim fase 3 di Tiongkok, Indonesia, Turki dan Brazil (>10.000 subjek) secara keseluruhan menunjukkan vaksin aman dengan efek samping bersifat ringan hingga sedang.
“Yang perlu diingat adalah bahwa vaksin ini terdiri dari dua dosis dengan interval penyuntikan 14 hari, karena perlindungan tertinggi terjadi pada 14 hari setelah penyuntikan kedua,” jelas Rizka menekankan perlunya masyarakat mendapat dua kali penyuntikan karena pembentukan antibodi terjadi setelah penyuntikan vaksin yang kedua. Hal ini turut menjelaskan kejadian dimana masyarakat masih terpapar virus COVID-19 setelah penyuntikan vaksin pertama, karena pada dasarnya antibodi belum terbentuk optimal pada masa ini.
Di akhir paparan, Rizka menjelaskan tentang pentingnya menyikapi informasi secara bijak dengan mengakses info vaksin secara lengkap dan terkini melalui infodemik http://s.id/infovaksin atau melalui website resmi Badan POM yaitu www.pom.go.id. (HM- Devi)
Biro Kerja Sama dan Hubungan Masyarakat